berita baru

Senin, 12 September 2011

Sosialisme Amerika bagi Kaum Kaya

Wawancara & Analisis
Joseph E. Stiglitz

Sosialisme Amerika bagi Kaum Kaya

Ini adalah wilayah di mana iblis masuk dalam detail.

Senin, 22 Juni 2009, 12:51 WIB
Edy Haryadi
VIVAnews - Dengan seluruh percakapan tentang “cahaya hijau” perbaikan ekonomi, bank-bank Amerika kini tengah menekan balik sebagai upaya mengatur dirinya sendiri. Ketika politisi berbicara tentang komitmen reformasi pengaturan untuk mencegah terulangnya krisis, ini adalah wilayah di mana iblis masuk dalam detail –dan bank akan memperlihatkan ototnya untuk memastikan mereka memiliki ruang untuk meneruskan perbuatannya di masa lalu.

Sistem lama bekerja baik untuk para bankir (jika tidak untuk pemegang saham), jadi mengapa harus melakukan perubahan memalukan? Lagi pula, upaya penyelamatan atas diri mereka sangat sedikit pasca krisis sistem finansial yang kita butuhkan untuk mengakhiri sebuah sistem perbankan yang kurang kompetitif, dengan bank-bank besar yang semakin besar semakin mudah roboh.

Sudah diketahui secara umum bahwa bank-bank Amerika terlalu besar untuk  jatuh dan terlalu besar untuk diatur. Inilah salah satu alasan bahwa performa beberapa dari mereka terlihat lebih suram. Karena pemerintah menyediakan asurasi deposito, ini memainkan peran penting dalam restrukturisasi (tidak seperti sektor lain).

Normalnya, saat sebuah bank gagal, teknokrat di pemerintahan akan melakukan langkah restrukturisasi keuangan; jika tidak menaruh uang, tentu menambah tiang pancang di masa depan. Para pejabat paham jika mereka menunggu terlalu lama, zombi atau bank zombie akan seperti menuju “perjudian atau pemberontakan.” Jika mereka menaruh taruhan  terlalu besar dan menang, mereka akan berjalan terus dengan proses ini. Jika mereka gagal pemerintah yang akan mengambil alih.

Ini bukan cuma teori. Ini pelajaran yang kita alami, sebuah pengeluaran besar, selama krisis penyimpanan dan peminjaman pada tahun 1980an. Ketika mesin ATM berkata, “dana tidak efisien,” pemerintah tidak menginginkan arti itu pada bank lebih dari rekening anda, pengeluaran uang, dan pemilik pinjaman menjadi pemegang saham baru. Terkadang, pemerintah harus menyiapkan dana khusus; terkadang mereka mencari investor untuk mengambil alih bank yang gagal.

Pemerintah Obama, biar bagaimana pun, memperkenalkan sebuah konsep baru: terlalu besar untuk melakukan restrukturisasi keuangan. Pemerintah berargumen bahwa semua akan mengalami kerugian seandainya mengikuti aturan biasa untuk menghadapi bank-bank besar. Pasar akan panik. Maka, tak hanya kita tak bisa menyentuh penerima pinjaman, kita juga tak akan mendapat pemegang saham  –meski kebanyakan nilai saham yang ada mencerminkan perjudian penghapusan utang dari pemerintah.

Saya pikir ini putusan yang salah. Saya pikir pemerintah Obama mengalah pada tekanan politik dan panik karena kebesaran bank-bank itu. Sebagai hasilnya, pemerintah kebingungan menghapus utang para bankir dan pemilik saham dengan menolong bank tersebut.

Restrukturisasi memberi bank sebuah kesempatan buat awal yang baru: investor baru potensial (meski menggunakan utang sebagai saham) akan memberi kepercayaan lebih, bank-bank lain akan mau memberi pinjaman, dan mereka akan lebih mau memberi pinjamaran pada lainnya. Penerima pinjaman akan mendapat lebih dari arahan restrukturisasi, dan jika nilai aset benar lebih besar dari kepercayaan pasar (dan analisis luar), mereka akan mendapat imbalan.

Namun sudah jelas bahwa strategi Obama sekarang dan di masa depan memakan ongkos sangat tinggi  –dan sejauh ini, belum didapat pembatasan tujuan untuk memulai pinjaman. Para pembayar pajak harus mengeluarkan milyaran, dan menjaminkan milyaran dana itu sebagai jaminan    --seperti undang-undang baru di masa depan.

Menulis ulang aturan ekonomi pasar –dalam sebuah jalan yang lebih menguntungkan yang menyebabkan lebih banyak luka pada ekonomi secara global-  lebih buruk ketimbang pembiayaan secara finansial. Kebanyakan pandangan Amerika tumbuh soal ketidakadilan, khususnya setelah mereka melihat bank-bank menggelapkan milyaran untuk membayar upah di luar bonus dan dividen. Menyobek kontrak sosial adalah sesuatu yang bisa dilakukan secara ringan.

Tapi ini adalah bentuk kapitalisme semu, yang hilang karena sosialisasi dan privatisasi profit,  sebuah melapateka kegagalan. Kata insentif telah terdistorsi. Tidak ada lagi disiplin pasar. Bank-bank yang terlalu besar untuk direstrukturisasi tahu mereka bisa berjudi dengan pengampunan –dan, dengan pemberian Federal Reserve dengan tingkat bunga hampir mendekati nol, tetap ada dana yang bisa dipermainkan.

Beberapa orang menyebut hal ini sebagai rejim ekonomi baru “sosialisme dengan karakter Amerika.” Tetapi sosialisme amat peduli pada hak-hak istimewa individu. Sebagai gambaran kontras, Amerika hanya menolong sedikit untuk jutaan penduduk yang kehilangan rumah. Para buruh yang kehilangan pekerjaan hanya menerima 39 pekan dana tunjangan, dan mereka harus bisa berusaha sendiri. Dan, ketika mereka kehilangan pekerjaan, kebanyakan dari mereka juga kehilangan asuransi kesehatan.

Amerika tengah memperluas jaminan keamanan perusahaan melalui jalan yang tak pernah diduga, dari komersial bank ke bank investasi, lalu ke asuransi, dan sekarang ke perusahaan otomotif, tanpa berupaya melihat sedikit pun. Bila bicara kebenaran, ini bukan sosialisme namun perluasan masa hidup perusahaan sejahtera. Kaum kaya dan berkuasa kini membutuhkan bantuan pemerintah, padahal banyak orang hanya mendapat sedikit perlindungan sosial.

Kita harus menghentikan bank-bank yang terlalu besar untuk gagal; tidak ada bukti nyata mereka memberi keuntungan sosial dalam ongkos perlakuan yang mereka perbuat. Dan jika kita tidak berhenti menolong mereka, kita kemudian tak punya batasan untuk terus menolong. Mereka tidak bisa dibiarkan untuk melakukan perbuatan di masa lalu –berjudi untuk sejumlah pengeluaran.

Problem lain akan muncul dengan bank-bank terlalu besar untuk gagal, atau bank-bank yang terlalu besar untuk direstrukturisasi: di sini secara politik mereka terlalu kuat. Upaya lobi mereka bekerja dengan baik, pertama untuk membuat deregulasi, dan kemudian memiliki uang pembayar pajak untuk dimainkan. Mereka berharap hal ini akan bekerja kembali sehingga membuat mereka bebas seperti sebelumnya, tanpa mempertimbangkan resiko pada pembayar pajak dan dunia ekonomi. Jelas, kita tak bisa berdiam diri membiarkan hal itu terjadi.

Joseph E. Stiglitz, Professor Ekonomi di Columbia University, Ketua Komisi Ahli yang bertanggungjawab pada Ketua Umum PBB untuk reformasi keuangan internasional dan sistem finansial. Penulis buku Making Globalization Work. Hak cipta ada pada www.projectsyndicate.org

• VIVAnews